Rabu, 06 Oktober 2010

4 PILAR BELAJAR

Pendidikan sebagai unsur penting bagi dunia dewasa ini, tak dapat dikesampingkan lagi perannya dengan dan untuk alasan apapun.. Empat pilar ini dipandang paling ideal guna mewujudkan pendidikan yang ideal bagi kemanusiaan. Ke-empat pilar itu adalah learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.

  • Learning to know adalah belajar untuk mengetahui.

Dengan pilar ini UNESCO hendak menekankan agar anak-anak memperoleh pengetahuan yang benar sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya.

Kǒngzǐ pun berpandangan bahwa hakekat manusia adalah baik. Ia juga menekankan bahwa salah satu alasan utama orang menjadi tidak baik adalah karena ketidaktahuan. Maka bertentangan dengan Daoisme yang berpandangan bahwa pengetahuan merusak kemanusiaan yang baik,

Kǒngzǐ justru mengajarkan agar orang terus belajar dan mencari pengetahuan seluas-luasnya. Konsep Kǒngzǐ ini diterapkan secara luas dengan memberi tempat yang kuat bagi seni, puisi, sastra, dan bahkan tradisi demi mengimbangi ajaran filsafatnya. Seni menjadi sarana hiburan batiniah yang sekaligus menyeimbangkan keutuhan manusia. Atau dengan kata lain pengetahuan yang dipikirkan Kǒngzǐ memang tidak hanya sebatas ilmu rasional tetapi juga meluas pada pengetahuan yang mengolah rasa, jiwa, dan spiritual manusia.

Dengan demikian learning to know adalah proses mencari pengetahuan seluas mungkin dengan sasaran keutuhan manusia dalam akal budi, hati nurani, dan spiritual. Hal ini mirip dengan paham antropologi modern yaitu pneuma, psyche, dan sama.


  • Learning to do adalah belajar untuk melakukan. Hal ini ditetapkan sebagai arah pilar yang kedua yakni pada kemampuan untuk bertindak dan berkarya.

Pengetahuan yang luas harus diterapkan untuk bisa dijadikan sebuah tindakan dan karya yang baik. Sejalan dengan itu, Kǒngzǐ pun telah menekankan bahwa orang harus berbuat atau berkarya. Bertolak belakang lagi dengan Daoisme yang mengajarkan agar “tidak melakukan apa pun”, Kǒngzǐ mengajarkan (berbicara tentang moral) “berbuat tanpa pamrih”. Kǒngzǐ sering mengaitkan ini dengan konsep Ming (sering diterjemahkan sebagai takdir, nasib) yaitu orang harus tetap berusaha untuk berbuat dan berkarya yang baik tanpa pamrih karena nilai luhur dari tindakan bukanlah terletak pada hasil melainkan pada proses di mana orang melaksanakan sesuatu tanpa menghiraukan apakah secara lahiriah perbuatan itu berhasil atau gagal. Kǒngzǐ berkata “Manusia bijaksana bebas dari keragu-raguan; manusia berbudi luhur bebas dari perasaan cemas; manusia yang berani bebas dari ketakutan”. Ucapan ini berarti orang akan bahagia jika bebas dari kecemasan apakah akan berhasil dan bebas dari ketakutan akan gagal. Jadi, tindakan dan berkarya adalah sebuah kewajiban manusia di mana nilai dari tindakan itu bukanlah lahiriah berhasil atau gagal melainkan pada keteguhan untuk selalu berusaha melakukannya dengan baik.

  • Learning to be adalah belajar untuk menjadi. UNESCO meletakan pilar yang ketiga yaitu sikap tenggang rasa atau merasa “menjadi” terhadap orang lain.

Dalam ajaran Kǒngzǐ, learning to be sepadan dengan teori tenggang rasa (Chung) dan altruisme (Shu) atau Tiong Si. Teori tenggang rasa (Chung) dijelaskan dengan perkataan, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan janglah diberikan kepada orang lain "”.

Teori altruisme (Shu) yaitu “Jangan lakukan kepada orang lain sesuatu yang kamu tidak ingin orang lain melakukannya padamu”. Maka jelaslah bahwa Kǒngzǐ pun telah memiliki kesadaran pentingnya merasa “menjadi” terhadap orang lain.

Hal ini menunjukkan olah rasa yang diasah yaitu menjadi mengerti akan orang lain seperti diri sendiri, menjadikan diri sebagai tolak ukur refleksi moral. Selain itu juga ada ajaran pembetulan nama yaitu orang hidup sesuai dengan nama (jabatan, peran sosial). “Hendaknya penguasa menjadi seorang penguasa, menteri menjadi menteri, ayah menjadi seorang ayah, dan anak menjadi seorang anak”. Maka orang perlu menghidupi atau menjadi sesuai “nama”-nya.

  • Learning to live together adalah belajar hidup bersama. UNESCO meletakkan pilar keempat yaitu orang belajar untuk hidup bersama orang lain atau bersosialisasi dalam masyarakat. Kǒngzǐ pun telah menegaskan bahwa kemanusiaan yang tertinggi adalah pada tahap hidup sosial bersama orang lain. Dalam hal ini kita temukan rasa kemanusiaan (jen) sebagai landasan moral dan etika. Pada kesimpulannya Kǒngzǐ menyatakan bahwa cinta kasih.

“Rasa kemanusiaan terkandung dalam sikap mengasihi terhadap manusia yang lain”.

Manusia yang benar-benar mengasihi orang lain adalah manusia yang dapat melaksanakan kewajibannya dalam masyarakat.

Oleh karena itu, di era modern ini tampak nyata bahwa pemikiran Kǒngzǐ masih relevan untuk dapat diterapkan. Sekalipun pandangan UNESCO tetang keempat pilar pendidikan yang ideal tidak murni bertolak dari paham ajaran Konfusianisme tetapi inti yang hendak disampaikan mengakar pada suatu prinsip yang sama yaitu humanisme yang merupakan takaran ukuran kemanusiaan yang integral dalam keseluruhan aspek ontologis manusia.


Kita tidak bisa memilih lahir di zaman apa, lahir di masyarakat seperti apa, namun yang jelas kita bisa memilih nilai, pandangan atau ajaran seperti apa, pembelajaran, tujuan atau target seperti apa yang akan kita pilih. Selanjutnya membangun konsep hidup yang positif, berjuang tanpa mengenal kalah, from zero to hero , dari seorang yang biasa menjadi seorang yang Luar Biasa itulah proses belajar.
Jadikan setiap orang menjadi guru, setiap tempat menjadi sekolah dan setiap jam adalah jam pelajaran.
"hidup itu adalah pilihan, perjuangan, masalah, pembelajaran & ...
Belajar bukan sekedar belajar, belajar untuk belajar....
dimana suatu proses yg tidak ada batas hentinya sampai tutup usia barulah b'akhir..."
Apa yang saya dengar, saya tahu
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham