"While we may not be able to control all that happens to us,
we can control what happens inside us."
- Benjamin Franklin -
Suatu hari ada seorang teman yang bercerita mengenai perjalanannya dengan kereta api kelas ekonomi. Memang teman saya ini termasuk dari golongan menengah ke bawah yang merantau ke
Menurut cerita teman saya, jika kita naik kereta api kelas ekonomi, kita harus bersiap-siap untuk berkeringat ria karena kereta tersebut tidak memakai Air Conditioner, dan selain itu, kadangkala para penumpang lain membawa berbagai barang bawaan yang menimbulkan bau-bau menyengat. Bahkan jangan kaget, jika Anda menjumpai penumpang yang membawa ayam hidup untuk oleh-oleh pulang kampung. Jadi bisakah Anda bayangkan suasana dalam gerbong kereta api ekonomi? Pengap, panas, penuh bau-bauan keringat yang bercampur dengan bau barang bawaan masing-masing penumpang. Dan bayangkanlah Anda harus menempuh perjalanan lebih dari 10 jam dengan kondisi seperti itu.
Namun, yang lebih menarik adalah teman saya bercerita, biasanya selalu ada orang-orang yang lewat sambil menyemprotkan pengharum ruangan di antara kursi-kursi penumpang, kemudian meminta upah dari “hasil usaha”nya. Tentu saja teman saya menolak memberinya uang karena ia merasa tidak pernah meminta jasa orang tersebut untuk menyemprotkan pengharum ruangan. Sekilas, orang-orang seperti ini memang menyebalkan dan sering kita jumpai di sekitar kita dalam berbagai bentuk yang bervariasi. Namun, ketika saya mendengar cerita teman saya, ada insight menarik yang saya dapatkan. Sebenarnya orang-orang seperti ini adalah orang yang bisa melihat kesempatan dalam kesempitan, meskipun caranya mewujudkan agak memaksa dan menimbulkan ketidaknyamanan.
Bagaimanapun, saya melihat orang-orang seperti itu sebagai orang yang punya optimisme. Kadangkala ketika kondisi kehidupan mulai sulit dan menghimpit, orang mulai dipaksa untuk menjadi kreatif dalam bertahan hidup, tetapi tidak semua orang bisa memanfaatkan kondisi sulit untuk menjadi kreatif. Masih ada banyak orang yang pada akhirnya tidak bisa (atau tidak mau) berbuat apa-apa dan membiarkan dirinya dilindas oleh kesulitan hidup. Tetapi, ada juga jenis-jenis manusia “penyemprot pengharum” yang masih bisa memiliki optimisme dalam hidupnya.
Mengapa saya menyebut mereka memiliki optimis? Karena Winston Churchill pernah berkata,
“Orang yang pesimis adalah orang yang selalu melihat masalah di tengah peluang yang terbuka, sementara orang yang optimis adalah orang yang selalu melihat peluang di tengah masalah yang menghadang.”
segera muncul segera setelah saya mendengar cerita teman saya mengenai si penyemprot pengharum itu. Di tengah kesulitan hidup, ia masih bisa melihat peluang dan berusaha bertahan hidup.
Selain itu, bukan hanya ia bisa melihat peluang, tetapi ia berani bertindak untuk mengejar peluang itu. Tentu saja tidak banyak orang yang punya keberanian untuk melakukan “jasa” itu. Risikonya bisa saja ia dimaki-maki, dikejar-kejar petugas, dan modalnya membeli pengharum ruangan tidak kembali lantaran tidak ada yang mau memberinya uang. Namun, sekali lagi, saya percaya optimisme dalam dirinyalah yang mendorong dia untuk berani melakukannya.
Sifat pertama dari optimisme adalah ia selalu menghasilkan keberanian. Optimisme bukan hanya sekedar berpikir positif dan mempercayai hal-hal yang positif, lebih dari itu, optimisme adalah sebuah tindakan yang menjadi bukti dari pikiran dan kepercayaan positifnya. Apalah artinya Anda meyakini sesuatu yang baik tetapi Anda tidak pernah bergerak mewujudkan apa yang Anda yakini?
Lihatlah kehidupan orang-orang sukses dan para penemu hebat. Mereka adalah orang-orang yang hidup dengan memakai kacamata optimis. Ketika orang-orang di sekeliling mereka mulai putus asa dan mencemooh pekerjaan mereka, tetap saja orang-orang hebat itu tidak kehilangan semangat. Sifat kedua dari optimisme adalah ia selalu menghasilkan antusiasme. Orang yang selalu optimis tidak pernah kehilangan semangatnya dalam mengejar visinya. Lihatlah kehidupan dari Abraham Lincoln, jika Anda memeriksa biografinya di internet, Anda akan menemukan bahwa dalam sejarah kehidupannya, ia sudah berkali-kali kalah dalam pemilihan di senat dan kongres. Bahkan ia pernah mengalami guncangan mental yang parah karena kehilangan kekasihnya. Namun, ia masih sanggup mengejar visinya dan akhirnya berhasil menjadi salah satu presiden yang sangat berpengaruh dalam sejarah politik Amerika. Bisakah ia melakukannya kalau ia memakai kacamata pesimis?
Dan sifat ketiga dari optimisme adalah ia selalu menghasilkan kreatifitas. Cerita mengenai penyemprot pengharum tadi tentu sudah menjadi contoh yang jelas bagi Anda. Namun, saya akan menceritakan
sebuah kisah nyata yang dialami Thomas Alva Edison. Suatu hari pabrik
Seluruh pekerja pabriknya sangat sedih dan frustasi melihat hasil usaha keras mereka habis tak tersisa. Namun,
"No pessimist ever discovered the secrets of the stars, or sailed to an
uncharted land, or opened a new heaven to the human spirit."
Optimisme adalah sebuah aset tersembunyi yang dimiliki oleh siapapun. Masalahnya apakah kita memilih untuk menggunakannya atau menguburnya dalam-dalam? Menjadi orang optimis memang selalu mengundang risiko untuk dicemooh dan dihina. Fakta ini memang sudah diungkapkan oleh Vilfreddo Paretto bahwa dunia ini terdiri dari 80% pecundang dan 20% pemenang. Jika Anda memilih menjadi orang optimis, akan banyak orang-orang pesimis yang akan menjadi penghalang dan menurunkan semangat Anda, namun Anda sudah bisa melihat hasilnya bukan? Hanya orang optimislah yang bisa berdiri di atas puncak gunung tertinggi.
Sekarang, tergantung Anda, apakah Anda ingin berada di golongan optimis atau pesimis? Seperti kata-kata dari Harvey Mackay,
“Optimists are right. So are pessimists. It's up to you to choose which you will be."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar